Istilah kurikulum tersembunyi (
hidden curricullum) dikenalkan oleh Philip W Jackson pada tahun 1968 dan Paulo Freire pada 1972. Namun,
Pondok Modern Darussalam Gontor telah menerapkan kurikulum ini sejak awal berdirinya, 10 April 1926. Kurikulum tersembunyi dilaksanakan untuk mengolah
ranah afektif dan psikomotorik peserta didik. Dalam melaksanakan kurikulum tersembunyi ini, KMI dibantu oleh staf Pengasuhan Santri. Untuk memberlakukan kurikulum tersembunyi ini, saf Pengasuhan Santri menggunakan “Total Quality Control” yang berfungsi untuk mencari dan menyelesaikan permasalahan, mencari inspirasi, memupuk rasa tanggung jawab dan menciptakan kehidupan sesuai dengan yang diinginkan/diarahkan.
Pelaksanaan hidden curriculum dapat dilakukan di rayon atau asrama, Organisasi Pelajar Pondok Modern (OPPM), Koordinator Gerakan Pramuka, dan non-OPPM. Di asrama, kurikulum ini dilaksanakan selama 24 jam per hari. Selama waktu tersebut para santri mendapatkan pendidikan hidup dan menghidupi, berjuang dan memperjuangkan, berkorban dan mengorbankan. Santri kelas 5 yang diberi tanggung jawab oleh Pengasuh Pondok untuk menjadi pengurus rayon diharapkan terdidik untuk bisa menjadi pemimpin yang hakiki. Mereka dituntut sewaktu-waktu untuk bisa menjadi ‘ayah’ atau ‘ibu’. Sewaktu-waktu juga bisa menjadi ‘kakak’ bahkan ‘teman’ biasa bagi anggotanya masing-masing. Sedangkan anggota rayon, santri kelas 1-4 dan kelas 5-6 yang tinggal di asrama, perlu memperoleh bimbingan, pengawalan, motivasi bahkan kadang-kadang perlu shock terapy.
Sistem asrama ini bagaikan sebuah sistem pemerintahan suatu negara. Ketua rayon sebagai presiden, para pengurus rayon lainnya --yang terbagi menjadi dua bagian: keamanan dan penggerak bahasa-- sebagai menteri, dan anggota rayon ibarat masyarakat. Anggota rayon itu bagaikan padi. Makin diperhatikan, dirawat dan dijaga dari segala serangan hama oleh petani (pengurus rayon) maka makin baguslah hasil panennya. Sebaliknya jika padi itu kurang diperhatikan, jarang dirawat, dibiarkan dari serangan hama, maka padi itu akan hancur, rusak, tak layak untuk dijual apalagi dikonsumsi. Sama halnya dengan anggota yang menghadapi pelbagai permasalahan dan kurang mendapat bimbingan, perhatian, motivasi, dan khususnya pengontrolan dari pengurus dalam bidang ubudiyah, akhlak, disiplin, akademik, dan bahasa, maka prestasi santri akan kurang memuaskan ketika kenaikan kelas diumumkan.
Kurikulum pesantren di Pondok Modern Gontor seimbang. Tidak membedakan program intrakurikuler dengan ekstrakurikuler. Seimbang bukan berarti fifty-fifty atau one hundred-one hundred melainkan semuanya dipentingkan, diperhatikan dan pada akhirnya akan mempengaruhi kinerja santri. Karena dipentingkan, diperhatikan, dan keduanya saling mempengaruhi, maka kurikulum tersebut menjadi satu kesatuan yang utuh (integrated) dan menyeluruh (comprehensive). Program intrakurikuler tidak lebih utama daripada ekstrakurikuler atau sebaliknya. Jadi, kegiatan dalam kelas maupun luar kelas sama pentingnya. Bahkan dalam kasus-kasus tertentu, untuk kepentingan tertentu, bisa jadi kelas diliburkan untuk kegiatan ekstrakurikuler seperti pada acara pergantian pengurus OPPM, penerimaan tamu, pekan perkenalan Khutbatu-l-‘Arsy, dan apel tahunan. Dengan meliburkan kelas untuk kepentingan tertentu, itu menandakan bahwa derajat intrakurikuler dan ekstrakurikuler sama (seimbang).
Integrasi intrakurikuler dengan ekstrakurikuler dapat dilihat dari aspek pengembangan potensi santri, baik dalam ubudiyah, mental, sosial, maupun intelektual. Santri memperoleh pelajaran agama 100 persen dan pelajaran umum 100 persen. Dua hal tersebut dapat dilakukan dengan mudah karena seluruh santri berada dalam kampus selama 24 jam per hari yang terintegrasikan pada tri pusat pendidikan; rumah, sekolah, dan masyarakat dengan dilandasi oleh falsafah hidup pondok yang secara tidak sadar telah diajarkan oleh guru di dalam kelas melalui mata pelajaran agama dan umum yang kemudian diterapkan oleh seluruh santri pada kehidupan sehari-hari. Misalkan, pelajaran muthala’ah, mahfudzat, dan hadis mengajarkan tentang akhlaqul karimah, sedangkan pelajaran bahasa Inggris mengajarkan tentang kedisiplinan, dan lain sebagainya. Dengan demikian, tujuan
pembelajaran di Gontor dapat tercapai sesuai yang diinginkan atau diarahkan.
Tujuan pembelajaran di Pondok Modern Darussalam Gontor adalah mencetak santri yang mukmin, taat menjalankan dan menegakkan syariat Islam, berbudi tinggi, berbadan sehat, berpikiran bebas, serta berkhidmat kepada bangsa dan negara, serta bukan untuk mencari ijazah atau gelar.
Oleh: Mochamad Lutfi Andriansa
Sumber
Post a Comment
Post a Comment