Disiplin (Siagian, 1998) merupakan tindakan manajemen untuk mendorong para anggota organisasi memenuhi berbagai kebutuhan yang harus dipenuhi oleh para anggota organisasi. Dengan demikian pendisiplinan pegawai adalah suatu bentuk pelatihan yang berusaha memperbaiki dan membentuk pengetahuan, sikap, dan perilaku pegawai sehingga para pegawai tersebut secara sukarela berusaha bekerja secara kooperatif dengan para pegawai yang lain serta meningkatkan prestasi kerjanya.
Dalam suatu organisasi sesederhana apapun berikutnya, terdapat dua jenis disiplin, yaitu disiplin yang bersifat preventif maupun yang bersifat korekatif. Demikian pula bentuk pendisiplinan pun dalam organisasi mencakup pendisiplinan preventif dan pendisiplinan korektif. Pendisiplinan preventif merupakan bentuk pendisiplinan yang bersifat tindakan yang mendorong para bawahan untuk taat pada berbagai ketentuan yang berlaku dan memenuhi standar yang telah ditetapkan. Sedangkan pendisiplinan korektif lebih ditujukan kepada pemberian sanksi kepada bawahan atas sejumlah pelanggaran yang telah dilakukannya.
Dengan kejelasan dan penjelasan tentang pola sikap, tindakan, dan perilaku yang diinginkan dari setiap anggota organisasi maka diusahakan pencegahan pelanggaran, dan jangan sampai para pegawai berperilaku negatif.
Keberhasilan penerapan pendisiplinan preventif ini, terletak pada disiplin pribadi para anggota organisasi. Disiplin pribadi ini agar semakin kekal, sedikit nya diperlukan tiga hal yang perlu mendapat perhatian manajemen. Pertama, para anggota organisasi perlu didorong agar mempunyai rasa memiliki organisasi. Hal ini berarti, perlu ditanamkan perasaan kuat bahwa keberadaan mereka dalam organisasi bukan hanya sekedar mencari nafkah dan bahwa mereka adalah anggota keluarga besar organisasi yang bersangkutan. Kedua, para bawahan perlu diberi penjelasan tentang berbagai ketentuan yang wajib ditaati, dan standar yang harus dipenuhi. Ketiga, para bawahan didorong untuk menentukan sendiri cara-cara pendisiplinan diri dalam kerangka ketentuan-ketentuan yang belaku umum bagi seluruh anggota organisasi.
Disiplin, dikembangkan melalui human relations, motivations, renumeration (penghargaan dan hukuman), serta communication yang efektif sehingga tidak timbul salah paham. Penegak disiplin dalam suatu organisasi merupakan sesuatu yang mutlak harus dilaksanakan,demi peningkatan kinerja organisasi. Dengan demikian disiplin adalah penggunaan beberapa bentuk hukuman atau sanksi apabila bawahan menyimpang dari aturan (Gibson, 1996).
Hasibuan (2000) berpendapat bahwa kedisiplinan adalah kesadaran dan kesediaan seseorang menaati semua peraturan dan peraturan-peraturan yang berlaku. Kesadaran adalah sikap seseorang secara sukarela menaati semua peraturan dan sadar akan tugas dan tanggung jawabnya, sehingga dia akan mematuhi/mengerjakan semua tugasnya dengan baik, bukan atas paksaan. Kesediaan adalah suatu sikap, tingkah laku, dan perbuatan seseorang yang sesuai dengan peraturan baik yang tertulis maupun tidak. Sehingga seseorang akan bersedia mematuhi semua peraturan serta melaksanakan tugas-tugasnya secara sukarela maupun terpaksa. Kedisiplinan diartikan jika pegawai selalu datang dan pulang tepat waktunya, mengerjakan semua pekerjaannya dengan baik, mematuhi semua peraturan dan norma-norma sosial yang berlaku. Dalam menegakkan kedisiplinan, peraturan sangat diperlukan untuk memberikan bimbingan dan penyuluhan bagi pegawai dalam menciptakan tata tertib yang baik dalam organisasi. Dengan tata tertib yang baik, semangat kerja, moral kerja, efisiensi dan efektivitas kerja pegawai akan meningkat. Hal ini akan mendukung tercapainya tujuan organisasi. Jelasnya organisasi akan sulit mencapai tujuannya, jika pegawai tidak mematuhi peraturan-peraturan tersebut.
Siagian (1998) menyebutkan bahwa agar upaya pendisiplinan di kalangan pegawai dapat tercapai, maka sanksi pendisiplinan harus diterapkan secara bertahap. Pendisiplinan secara bertahap yaitu dengan mengambil langkah yang bersifat sanksi pendisiplinan, mulai dari yang tingkat ringan hingga yang terberat misalnya:
a) peringatan lisan;
b) pernyataan tertulis perihal ketidakpuasan oleh atasan langsung;
c) penundaan gaji berkala;
d) penundaan kenaikan pangkat;
e) pembebasan dari jabatan;
f) pemberhentian sementara;
g) pemberhentian atas permintaan sendiri;
h) pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri; dan
i) pemberhentian tidak dengan hormat.
Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 mengatur dengan jelas kewajiban-kewajiban yang harus ditaati dan larangan yang tidak boleh dilanggar oleh setiap pegawai negeri. Hal ini merupakan bukti disiplin yang ditanamkan kepada setiap pegawai.
Pendisiplinan pegawai menurut Timpe (1999) yang merangkum pendapat Cameron yaitu dengan sanksi-sanksi yang dilaksanakan bagi para pelanggar aturan secara bertahap tersebut, pada prinsipnya bertujuan untuk memperingatkan pegawai dengan jelas tentang perilaku yang diharuskan dan akibat-akibat pelanggaran yang terus berlanjut.
Sanksi-sanksi disiplin berbentuk simbolis, yang berfungsi sebagai tolak ukur untuk menunjukkan tingkat keseriusan pelanggaran yang dipandang manajemen dan untuk menunjukkan di mana posisi bawahan pada rangkaian disiplin itu. Tujuan dari adanya sanksi disiplin ini adalah koreksi, yaitu dengan adanya tahap peringatan yang jelas tentang apa yang diperlukan dan akibat-akibat ketidakpatuhan. Jika digunakan sistem progresif yang demikian, para arbiter akan mengevaluasi sanksi terhadap norma arbitrasi untuk menentukan keadilan sistem disiplin. Sanksi-sanksi harus diberikan secara progresif. Tindakan disiplin awal adalah tepat bagi pelanggaran dan pelanggaran yang lebih tinggi tingkatannya akan menghasilkan pula sanksi-sanksi yang lebih tinggi pula. Namun demikian, pendisiplinan bawahan memerlukan sikap manajemen yang tepat. karena masalah disiplin adalah masalah kepegawaian yang saling terkait.
Manajemen perlu mengingat, bahwa mereka tidak dapat membuat seseorang bekerja dengan efektif. Hanya pegawai/bawahan yang dapat membuat hal itu terjadi. Para bawahan harus memahami bahwa sebagai hasil pelanggarannya, dia telah berada pada suatu jalan menuju ke sanksi tertentu, sesuai dengan bobot pelanggarannya. Interaksi antara pendisiplinan bawahan ini menjelaskan bahwa disiplin bukan untuk bawahan tertentu saja, tetapi setiap bawahan dalam keadaan yang sama, akan diperlakukan dengan cara yang sama pula. Pembinaan disiplin pegawai sebagai bentuk pembinaan sikap terhadap bawahan adalah suatu bentuk upaya yang sinkron dengan keinginan dari pemimpin untuk menyelesaikan masalah secara bersama-sama dengan cara yang positif. Tujuan utama dari tindakan pendisiplinan adalah memastikan bahwa perilaku bawahan telah konsisten dengan peraturan organisasi.
Faktor-faktor yang umum mempengaruhi disiplin bawahan, meliputi dimensi individu (kemampuan, persepsi, motif, sasaran, kebutuhan, dan nilai); suasana motivasi dan kompensasi; dimensi kelompok (status, norma, keeratan, dan komunikasi); dan struktur organisasi (termasuk unsur-unsur makro dalam pengendalian dan pencemaran).
Prestasi kerja mempengaruhi sasaran-sasaran organisasi dan individu. Prestasi kerja bawahan yang produktif, memberikan sasaran dan umumnya tidak memerlukan surat peringatan atau disiplin. Dan sebaliknya, prestasi kerja bawahan yang tidak produktif berasal dari sasaran-sasaran organisasi dan individu yang tidak terpenuhi.
Selanjutnya Timpe (1999) merangkum pendapat yang dikemukakan oleh Richard Discenza dan Howard I. Smith menyebutkan bahwa ada beberapa prinsip yang dikenali secara konsisten membentuk dasar-dasar organisasi dalam program disiplin bawahan yang baik.
Prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut:
1) Komunikasi standar
Kebijakan-kebijakan, standar dan prosedur-prosedur disiplin lama, dibuat secara tertulis dan dikomunikasikan kepada para bawahan.
2) Mengumpulkan fakta-fakta
Para pimpinan mengumpulkan data-data faktual jika suatu pelanggaran terjadi. Jika tindakan disiplin tertantang, beban pembuktian terletak pada pimpinan untuk memperlihatkan bahwa ada penyebab terhadap perlakuan yang demikian.
3) Konsistensi
Disiplin harus diimplementasikan secara konsisten. Jika tidak akan muncul keraguan terhadap situasi di antara pegawai. Para pimpinan harus menerapkan tindakan disiplin yang sama dalam keadaan-keadaan yang serupa.
4) Ketepatan waktu
Hukuman disiplin harus diterapkan secepat mungkin setelah terjadi suatu pelanggaran. Namun demikian, dalam keadaan dimana emosi sangat mudah meledak, maka penerapan terhadap prinsip ini dapat sedikit diperlonggar.
5) Keadilan
Tindakan disiplin harus diterapkan dengan adil, sesuai dengan standar yang telah dilanggar. Pimpinan harus mampu memperlakukan bawahan dengan adil, jika program disiplin ingin berhasil. Penerapan-penerapan disiplin yang tidak adil akan merusak kinerja dan kepuasan kerja pegawai.
6) Tindakan positif
Disiplin harus berorientasi pada tindakan korektif dan positif. Jika mungkin disiplin harus memberi kesempatan bagi bawahan untuk memperbaiki kinerjanya.
7) Pelaksanaan
Batasan sejauhmana setiap prinsip sepenuhnya dilaksanakan dalam sebuah organisasi mungkin beragam dari tinggi ke rendah, tergantung pada pandangan yang diberikan pelaksana program disiplin.
Semua prinsip yang mengatur disiplin bawahan dapat memberikan kontribusi terhadap pencapaian program yang dibuat dengan baik, yaitu apabila para bawahan memperoleh penjelasan-penjelasan kebijakan dan peraturan disiplin dengan jelas dan ringkas.
Organisasi dan perilaku adalah dimensi yang sangat penting di dalam mencapai program disiplin yang efektif. Bidang disiplin harus digabungkan dengan konsep-konsep manajemen yang terbentuk dengan lebih baik agar kinerja bawahan memenuhi kebutuhan organisasi.
Teori dan praktek disiplin dalam suatu organisasi, dapat diperluas di masa depan. Dalam membimbing upaya baru dalam bidang ini, beberapa pengarahan baru bagi disiplin yang dapat dikenali, adalah sebagai berikut (Timpe, 1999:434-435).
a. Teori-teori motivasi dan praktek manajemen agar lebih menekankan interaksi pada disiplin. Penekanan harus diberikan pada perpaduan antara motivasi dengan disiplin. Setelah sintesis ini dicapai, maka analisis lebih jauh dilakukan tentang pengaruh motivasi dan disiplin terhadap kepuasan kerja.
b. Suatu penelitian harus memastikan apakah ukuran organisasi, lingkungannya, struktur dan variabel-variabel kontekstual lain perlu dimasukkan dalam model-model disiplin.
c. Penelitian dapat mempelajari variabel-variabel proses disiplin, seperti intensitas hukuman atau jarak waktu hukuman terhadap pelanggaran. Hal ini untuk memperjelas pengaruh mereka dalam mengendalikan dan mencegah masalah-masalah di masa yang akan datang.
d. Frekuensi perilaku organisasi yang tidak diinginkan (mangkir, mencuri, dan sebagainya) sebagai variabel yang moderat bebas dari kemampuan untuk mencapai disiplin yang efektif harus dibuat dengan jelas.
e. Analisis variabel kepribadian para pemimpin seperti agresi, dominasi, dan otonomi memperlihatkan gaya disiplin dengan nilai yang relatif tinggi.
f. Pemeriksaan disiplin masa depan, meliputi penelitian masalah-masalah moral dalam penerapan disiplin. Falsafah yang mendasari disiplin adalah pengendalian individu.
g. Frekuensi perilaku yang tidak diinginkan dari orang-orang yang sebelumnya tidak dikenakan tindakan disiplin sama seperti bawahan lainnya.
Program disiplin yang efektif akan berpengaruh kuat terhadap pelaksanaan pekerjaan yang telah tersusun dalam suatu jaringan kerja (network). Ketepatan penyelesaian salah satu pekerjaan menjadi prasyarat bagi kegiatan berikutnya, dan sebaliknya keterlambatan pada salah satu kegiatan akan mengganggu kegiatan lain. Dengan cara yang demikian, maka segala aktivitas yang dilaksanakan dapat terselenggara dengan teratur dan tertib sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Adanya disiplin yang tinggi dalam jaringan kerja akan mempermudah para pegawai dalam menyusun rencana kerja yang pasti, dan semua aktivitas dapat terlaksana dengan pasti pula. Disiplin sangat diperlukan bagi setiap organisasi agar kinerja pegawai memiliki kontribusi kuat pada kinerja organisasi.
Dari uraian di atas, maka pengertian disiplin yang dimaksud dalam penelitian ini adalah sikap atau tingkah laku seorang guru yang mencerminkan tingkat kepatuhan dan ketaatannya pada berbagai ketentuan yang berlaku, dan tindakan korektif terhadap pelanggaran atas ketentuan atau standar yang telah ditetapkan.
Disiplin merupakan tingkatan loyalitas seorang pegawai atau staf selaku bawahan yang dilandasi adanya kesadaran dan tanggung jawab terhadap tugas dan tanggung jawabnya secara rasional, cermat, dan tertib. Disiplin ini akan lebih memantapkan networking (jaringan kerja) organisasi. Dengan demikian, maka dapat disimpulkan bahwa disiplin sangat berpengaruh terhadap kualitas pencapaian tujuan organisasi.
Sedangkan kedisiplinan guru, menurut Buku Petunjuk Pengendalian Mutu Pendidikan di Sekolah Dasar, Depdikbud, 1995/1996 dapat diuraikan sebagai berikut:
a) Hadir di sekolah 15 menit sebelum pelajaran dimulai dan pulang setelah jam pelajaran selesai.
b) Menandatangani daftar hadir.
c) Mengatur siswa yang akan masuk kelas dengan berbasis secara teratur.
d) Hadir dan meninggalkan kelas tepat waktu.
e) Melaksanakan semua tugasnya secara tertib dan teratur.
f) Membuat program semester.
g) Membuat persiapan mengajar sebelum mengajar.
h) Mengikuti upcara hari besar agama/nasional dan acara lainnya yang diadakan oleh sekolah.
i) Memeriksa setiap pekerjaan siswa atau latihan siswa serta mengembalikan kepada siswa.
j) Menyelesaikan administrasi kelas secara baik dan teratur.
k) Tidak meninggalkan sekolah tanpa seijin Kepala Sekolah.
l) Tidak mengajar di sekolah lain tanpa ijin pejabat yang berwenang.
m) Melaksanakan ulangan harian minimal tiga kali dalam satu semester dan ulangan umum setiap akhir semester.
n) Tidak merokok selama dalam lingkungan sekolah.
o) Mengisi buku batas pelajaran setiap usia pelajaran.
p) Mengisi buku agenda guru.
q) Berpakaian olahraga selama memberikan pelajaran pendidikan jasmani dan kesehatan.
r) Mempersiapkan dan memeriksa alat yang akan dipergunakan dalam pelajaran pendidikan jasmani dan kesehatan serta mengembalikan ke tempat semula.
s) Mengawasi siswa selama jam istirahat.
t) Mengikuti senam yang dilaksanakan bersama-sama siswa di sekolahnya.
u) Berpakaian rapi dan pantas sesuai peraturan yang berlaku.
v) Mencatat kehadiran siswa setiap hari.
w) Melaksanakan 6 K.
x) Memeriksa kebersihan anak secara berkala.
y) Membantu siswa yang mengalami kesulitan belajar dan memberikan program pengayaan yang mempunyai kecakapan lebih.
z) Mengatur perpindahan tempat duduk siswa secara berkala.
Menurut buku tersebut, disebutkan bahwa para guru sekolah dasar hanya dapat berdisiplin dengan baik, apabila mereka berada dalam suatu lingkungan kerja yang memuaskan perasaan mereka. Hal itu harus dijamin oleh suatu manajemen pendidikan yang baik, termasuk kepemimpinan Kepala Sekolah yang baik. Dalam penelitian ini, disiplin guru diukur sebagai gambaran loyalitas bawahan, yang dilandasi adanya kesadaran dan tanggung jawab terhadap tugas secara rasional, cermat, dan tertib yang diukur dari beberapa indikator, antara lain:
1) Kehadiran guru pada hari-hari kerja;
2) Ketepatan waktu masuk dan pulang kerja;
3) Ketaatan guru terhadap peraturan-peraturan, prosedur kerja yang berlaku;
4) Melaksanakan segala perintah atasannya;
5) Mentaati jam kerja yang telah ditentukan;
6) Melaksanakan tugas dan kewajiban yang dibebankan kepada guru; dan
7) Bekerja dengan jujur, tertib, cermat, dan bersemangat.
Ditulis oleh:
M. Asrori Ardiansyah, M.Pdhttp://kabar-pendidikan.blogspot.com
Post a Comment
Post a Comment